بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Allah ta’ala berfirman,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mu -ya Allah- kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 4)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Allah ta’ala berfirman,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada-Mu -ya Allah- kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 4)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Tidak Cukup Dengan Lisan
Dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka kepada orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas karena ingin mencari wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
Diriwayatkan dari Imran bin Hushain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika melihat seorang lelaki yang di tangannya terdapat gelang dari kuningan, maka beliau bertanya, “Apa ini?”. Dia menjawab, “Untuk menangkal penyakit.” Maka Nabi mengatakan, “Lepaskan saja, karena sesungguhnya gelang itu tidak akan memperbaiki keadaanmu kecuali kamu semakin bertambah lemah. Bahkan kalau kamu meninggal dalam keadaan masih memakai gelang itu tentu kamu tidak akan bahagia selamanya.” (HR. Ahmad, sanadnya la ba’sa bih)
Kata tawakal memiliki asal makna i’timad atau bersandar. Sehingga apabila dikatakan : “Tawakkaltu ‘alallaahi tawakkulan” artinya “i’tamadtu ‘alaihi” (aku bersandar kepadanya). Hakikat tawakal adalah apabila seorang hamba menyandarkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sepenuh hati dalam berbagai kemaslahatan agama dan dunianya dengan disertai melakukan sebab-sebab yang mengantarkan kepada tujuan selama cara itu diperbolehkan oleh syari’at. Dengan demikian tawakal itu meliputi keyakinan hati, penyandaran diri serta melakukan amal perbuatan.
Diriwayatkan dari Hushain bin Abdurrahman, dia mengatakan :
Dahulu aku duduk di dalam majelis Sa’id bin Jubair. Sa’id mengatakan, “Siapakah di antara kalian yang tadi malam melihat bintang jatuh?”. Aku jawab, “Aku.”
Lalu kukatakan kepadanya, “Namun saat itu aku tidak sedang mengerjakan shalat. Aku terbangun karena tersengat binatang berbisa.” Sai’d berkata, “Lalu apa yang kamu lakukan?”. Aku jawab, “Aku meminta ruqyah.” Sai’d mengatakan, “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?”. Maka aku katakan, “Sebuah hadits yang diriwayatkan kepada kami oleh Asy-Sya’bi.”